“Tetap Ada”
Guru : “Sedang apa kau Nak?”
Murid : “Aku
sedang menghapus tulisan di lembaran ini Guru.”
Guru : “Mengapa
kau menghapusnya Nak? Bukankah kau sudah menulisnya dengan susah payah, banyak
yang kau korbanku untuk menulis di lembaran itu”.
Murid : “Iya
Guru, saya paham tentang itu. Tapi saya rasa tulisan terlampau buruk Guru.”
Guru : “Buruk
dari sisi mananya Nak?”
Murid : ”Tulisan
ini tidak indah guru, jalan cerita teramat rumit. Menurutku ini mengecewakan
Guru. Aku harus menghapusnya.”
Guru : “Apakah
dengan mengahapusnya tulisan itu bener-bener hilang, tak terbaca lagi?”
Murid : “Tulisan
ini hanya menggunakan pensil Guru, mudah untuk menghapusnya.”
Guru : “Sudah
kau coba untuk menghapusnya? Apakah tulisan itu benar-benar hilang, tak tebaca
sama sekali, tak membekas?”
Murid : “Dibeberapa
sisi mungkin akan membekas, dan mungkin masih bisa untuk dibaca. Tapi saya bisa
menimpan dengan tulisan lainya. Sehingga tulisan ini tak terlohat.”
Guru : “Tak
perlulah kau lakukan itu, percuma, biarkan saja.”
Murid : “Mengapa
seperti itu guru?”
Guru : “Karena
itu hanya akan merusak tulisanmu berikutnya.”
Murid : “Ya
sudah saya lipat saja lembaran ini ya Guru?”
Guru : “Tidak
perlu juga, biarkan saja seperti. Lekas kau lanjutkan menulis di lembar
berikutnya.”
Murid : “Tapi
guru tulisan di lembar ini teramat buruk, tidak elok ceritanya. Aku sobek saja
untuk lembaran ini.”
Guru : “Tidak
usah, tidak perlu. Tidak perlu kau menghapusnya, karena tulisan akan tetap
terlihat. Tidak perlu juga kau melipatnya lembaran itu, karena bekas lipatanya
hanya akan mengganggu saat kau menulis di lembar berikutnya. Apalagi jika kau
merobeknya, itu hanya akan merusak lembaran yang lain, bahkan dapat merusak
buku itu sendiri. Jadi biarkan lembaran itu tetap seperti itu.”
Murid : “Tapi
Guru, buku ini jadi tidak sempurna. Terdapat cacat di lembaran ini.”
Guru : “Nak,
di setiap buku yang ditulis oleh sastra terhebatpun selalu ada cacatnya, namun
kita pembaca tidak mengetahuinya.”
Murid : “Maaf
Guru, saya tidak paham yang guru ucapkan. Bebal sekali otakku ini untu mengerti
ucapan guru.”
Guru : “Nak,
biarkan lembaran ini tetap ada. Lekas kau lanjutkan menulis di lembar
berikutnya. Jika kau masih sibuk pada lembaran ini, artinya kau membuang-buang
waktu. Lekas lanjutkan!”
Murid : “Aduh
Guru, tidak bisakah Guru menjelaskan perkara sebelumnya. Sungguh saya ingin
mengerti Guru.”
Guru : “Seperti
ini, kau pahami dengan baik. Jangan kau potong ucapaanku sebelum ku minta kau
untuk bicara.”
Murid : “Baik
Guru, silahkan.”
Guru : “Nak,
tidak semua kesalahan pada penulisan harus dihapus, apalagi pada lembaran yang
hampir penuh dengan tulisan kau itu.”
Murid : “Tapi
Guru –”
Guru : “Sudahkan
ku persolahkaan kau bicara Nak?”
Murid : “Maaf
Guru, lupa.”
Guru : “Baiklah
ku lanjutkan. Biarkan tulisan itu tetap ada, tetap disana. Kau tetap
melanjutkan menulis di lembar berikutnya. Tulislah seindah mungkin, lebih indah
dari lembaran ini. Jika kau menemukan kesalahan pada penulisannmu nanti, kau
cukup membaca tulisan pada lembar sebelumnya. Supaya kau tahu bagaimana memcari
solusinya. Bagaimana agar tulisannya tetap menjadi baik, tetap menjadi indah tanpa
perlu kau mengulangi kesalahan yang sama seperti lembar sebelumya. Tulisan pada
lembar sebelumnya jadikan pelajaran
untuk tulisan pada lembar selanjutnya. Jika sebab lembar yang kau anggap cacat
itu bukunya menjadi buruk, itu menjadi kerja kerasmu Nak. Kau harus menutupi
keburukan pada lembaran itu dengan keindahan pada lembar berikutnya Nak. Seperti
itu harusnya kau bersikap Nak. Sekarang silahkan jika kau ingin berbicara.”
Murid : “Jadi
maksud Guru, ku biarkan saja lembaran ini ada untuk diambil pelajaran saat aku
menulis di lembar berikutnya Guru.”
Guru : “Tepat
sekali Nak, pandai kau memahami.”
Murid : “Baik
Guru.”
Guru : “Begitulah
harusnya manusia hidup. Seperti bukumu. Maka waktunya akan jauh lebih
bermanfaat.
Murid : “Maksud
Guru apalagi, boleh tolong jelaskan Guru!”
Guru : “Jika
kulanjutnya menjelaskan, kapan kau akan melanjutkan menulisnya Nak. Kau hanya
mendengarkanku, tanpa kau lanjutkan tulisan, itu artinya kau menyia-nyiakan
waktu Nak. Fokuslah pada tulisan, pada ceritamu untuk lembar berikutya. Itu
jauh lebih bermaanfaat.
Murid : “Baik
Guru, tapi setelah saya menyelesaikan tulisanku, Guru berjanji untuk
menjelaskan perihal tadi. Rasanya saya mengerti apa yang Guru maksud, tapi saya
tetap butuh penjelsan dari Guru.”
Guru : “Baiklah
Nak. Lekas lanjutkan!”
Murid : “Siap
Guru!”
Naya
Prasenja
Juli 2020