sore ini swastamita begitu indah
jingga mewarnai peraduan di sana
indah seperti bola mata itu
tapi apakah indah bola mata itu
masih pantas untuk aku tatap
seperti aku menatap swastamita
masih bisakah indah mata itu menenangkanku
seperti indah swastamita menenangkanku
ΩΩΩΩ
prolog
Namanya Pras, Pras menganggap dirinya memiliki sifat tidak pada umumnya. Senyap adalah waktu yang paling dinantikannya. Dia lebih baik memilih mengurung diri sendiri dalam kotak beton dengan tumpukan buku sebagai kawannya, dan mengabaikan keramaian sesama makhluk di luaran sana. Pras lebih rela menggunakan hasil keringatnya di tukar dengan tumpukan buku dari pada menyesap kopi di kedai ternama. Baginya buku adalah area petualangan, dan baginya buku adalah kawan dalam senyapnya.
Pras memiliki mimpi, sama seperti pemuda pada umumnya. Namun Pras merangkai mimpinya dengan sangat apik, segalanya dia pasangkan waktu. Waktu adalah fakta yang menjadi motivasi dalam meraih mimpinya, dan sekaligus waktu yang membuat Pras tak menggapai mimpinya.
Pras gagal menggapai mimpi-mimpinya pada waktu yang telah dia tentukan. Pras gagal menjadi waktu sebagai motivasi dalam menggapai mimpinya. Dan Pras gagal menjadikan waktu sebagai ungkapan rasa cintanya pada Arunika.
Arunika adalah sesosok nayanika bagi Pras. Indah hanya kata itu yang terucap dari lisan pras, tatkala tak sengaja bersisi tatap dengan arunika. Pertemuan sederhana yang singkat, namun menyebabkan tidak sederhanaan pada diri Pras. Semenjak tidak sengajaan itu, Pras dirundung berjuta tanya hingga berjuta rasa. Dan pras selalu berharap agar tidak sengajaan itu berulang, untuk menyampaikan beribu tanya, beribu rasa.
Gayung bersambut, Pras bertemu dengan nayanika. Pras akan terus bertemu dengan nayanika nya. Nayanika nya adalah salah satu anggota komunitas yang Pras ikuti. Indah, itu lebih indah bagi Pras setelah tahu nayanika satu komunitas dengannya. Sayang tekad Pras untuk menyampaikan berjuta tanya pada nayanika belum sepenuhnya muncul.
Dalam senyapnya Pras berimajinasi dapat menyampaikan beribu tanya pada nayanika. Apakah namanya seindah matanya? Apakah suaranya seindah matanya?Apakah? Bermacam apakah berkecamuk dalam pikiran Pras. Pras menunggu pertemuan rutin komunitas itu, Sebenarnya buka menunggu pertemuan rutin komunitasnya, Namun pras menunggu pertemuan terencana dengan nayanikanya. Pras akan menyampaikan satu dari beribu apakah dalam benaknya.
Pada pertemuan rutin komunitasnya, Pras merasakan rasa yang tak biasa. Mungkin karena dia ingin menyampaikan satu apakah kepada nayanika. Atau mungkin karena dia akan menjadi pembicara pada pertemuan rutin itu. Entah Ppras sendiri bingung dengan yang dirasakan.
Seberes pertemuan itu, Pras segera berkemas. Dia harus bertemu nayanika, untuk menyampaikan paling tidak satu apakah. Namun selesai berkemas, sorot mata Pras tak melihat nayanikanya. Hanya segelintir orang dalam ruangan itu, lorong yang tadinya riuh sekarang senyap. Hati yang tadinya bergejolak, sekarang hanya senyap. Pras berjalan gontai menyusuri lorong senyap itu. Baru kali ini dia tidak merasa nyaman dalam senyap.
Dalam hati Pras menggerutu “harusnya aku tak berlama-lama berceloteh di atas mimbar, harusnya aku tak lama untuk berkemas”. Tapi ya sudahlah waktu sudah berlalu. Persiapkan saja untuk yang akan datang dan nikmati yang sedang dirasakan. Namun takdir masih bersahabat baik dengan Pras. Nayanika memanggil namanya dari arah punggung Pras. Pras berhenti, lalu memutar seratus delapan puluh derajat kepalanya. Pras menyungging senyum “nayanika, indah.” bisiknya.