Wednesday, January 6, 2021

Tidak Untukku, tapi Untukmu

0 comments

 


Tidak Untukku, tapi Untukmu 

Cuaca hari ini seperti permainan. Sebentar hujan, sebentar berawan. Sebentar gerimis sebentar panas. Permainan, seperti hubungan kita dulu.  

Padahal kita bukan lagi anak kecil, yang bisa bermain-main tanpa memikirkan perasaan. 

Kita sudah dewasa, sudah mengerti bagaimana menempatkan perasaan. Bagaimana memahami satu sama lain. Bisa saling menjelaskan dengan baik. Tidak diam-diam tanpa perkataan. Tidak menghindar lalu menghilang. Tidak diam-diam lalu berkhianat. 

Aku ingat janjimu dulu. Kau tidak akan meninggalkanku, kau akan selalu menjelaskan segala yang kau lakukan. Tapi apa, kau malah tiba-tiba berubah. Kau berubah tanpa penjelasan.  

Aku buka seorang yang memiliki indra keenam, yang dapat dengan mudah membaca apa yang kamu pikirkan. Kamu diam tanpa penjelasan. Kamu menghilang tanpa berpamitan.  sebenarnya ada apa? Apakah sulit untuk memberikan penjelasan? 

Aku yang tidak mau berprasangka buruk terhadap dirimu, maka aku niatkan untuk bertanya. Aku bertanya kepada teman-teman kita.  

Dan jawaban mereka hanya membuat bibirku tak bisa bertanya lebih banyak.  

Kata mereka kamu dijodohkan. Mengapa aku tak mendengar darimu dari saja?  

Beberapa hari setelah aku mendengar kabar itu, kamu memaksa bertemu di tempat biasa. 

Lama kamu hanya terdiam, aku hanya menatap wajah sendumu. Aku lama menunggumu bersuara. Namun yang keluar sengguk tangismu saja. 

Kau tahu, aku tidak bisa melihatmu menangis. “Katakan yang ingin kamu katakan” ucapku menghentikan sedu sedanmu. 

Kamu menatapku “Maaf” bisikmu pelan. 

“Berikan aku penjelasan, agar aku mengerti dengan lebih baik” pintaku padamu. 

“Maaf. Maaf atas segala tingkah bodohku padamu. Maaf kamu harus mendengarkannya bukan dari aku. Maaf, maaf.” 

Kau tahu, pada saat itu hatiku bagai kena sembilu, sakit. Aku pikir yang mereka beritakan hanya salah paham. Aku pikir, kamu tetap pada janjimu. 

Janjimu yang kamu ucapkan, di bawah gerimis yang mengundang sepi. Aku ingat ucapmu dulu “Bagaimanapun, kita akan selalu bersama. Apa pun yang terjadi, segalanya akan kita jelaskan”. 

Namun kamu hanya diam, hanya sedu sedan dan bisikan maaf yang kudengar. Aku ingin penjelasan yang lebih baik, lebih jelas. 

“Tolong jelaskan dengan lebih baik, kita sudah dewasa. Aku tidak bisa memahami kode-kode yang kamu isyaratkan” pintaku geram. 

Setelah sedu sedan panjangmu, kamu jelaskan dengan sangat pelan, seolah aku seperti anak kecil yang diberi penjelasan oleh ibunya. 

Dari penjelasan panjangmu itu, kamu bisa memahami keadaanmu, posisimu dan perasaanmu. Tapi apakah kamu tidak bisa memahami perasaanku? 

Namun apa pun pilihanmu, itu adalah pilihan yang sudah kau patenkan di depan keluargamu. Aku memintamu untuk mempertemukan aku dengan orang tuamu. Namun kamu malah menolak. Bahkan bukan hanya menolak, kamu bahkan memintaku untuk melupakanmu. 

Melupakanmu adalah hal yang tidak mungkin aku lakukan. Andaikan bisa aku lakukan, itu memerlukan waktu yang panjang, itu butuh pembiasaan baru dalam hidupku. 

Namun percuma aku katakan, kamu hanya diam dan berjalan meninggalkanku saat titik hujan mulai berjatuhan. Aku hanya diam, sambil mengenang saat pertama mengenalmu. 

Kini kau benar-benar menghilangkan, aku tak tahu di mana rimbamu. Kalau aku boleh menjadi sosok egois, aku memintamu untuk menemuiku sekarang. Bukan untuk mendengarkan alasanmu yang menghilang tanpa jejak. Aku hanya ingin kita mengenang hal indah yang pernah kita cipta di kota ini. Kota di mana kamu ingin tinggal sepanjang usia. Kembalilah, kembali bukan untuk bersamaku. Namun kembalilah menempati kota ini sepanjang usiamu, seperti pintamu dulu. 

 

No comments:

Post a Comment